Oleh : Ari Subiakto
Selama berlangsungnya Perang Chechnya,
sebagai salah satu negara dengan angkatan bersenjata terkuat di dunia,
pihak pasukan federal Rusia tentunya menguasai sepenuhnya supremasi
udara atas wilayah Chechnya. AU Rusia dengan bebas dan leluasa dapat
membombardir semaunya desa-desa dan kota-kota di wilayah Chechnya dengan
serangan roket, rudal udara-ke-darat, dan bom-bom tandan, yang tidak
hanya menghancurleburkan bangunan-bangunan, tetapi juga menewaskan
banyak warga sipil yang tak berdosa.
Sementara di pihak lain, para pejuang
muslim Chechnya sama sekali tidak memiliki kekuatan udara. Jangankan
kekuatan udara, untuk menghadapi pertempuran yang sama sekali tidak
imbang melawan pasukan Rusia yang berkekuatan besar, mereka harus
menghadapi kendala kekurangan persenjataan dan amunisi. Namun hal itu
tidak berarti bahwa para pejuang muslim Chechnya tidak mampu berbuat
apa-apa untuk menghadapi dan melawan kekuatan udara Rusia. Fakta di
lapangan membuktikan bahwa pasukan pejuang Chechnya yang tidak memiliki
kekuatan udara ini mencatat sejumlah kemenangan yang cukup signifikan
dalam menghadapi AU Rusia.
Untuk mendukung operasi militer pasukan
daratnya di Chechnya, AU Rusia memang mengerahkan jenis pesawat jet dan
helikopter tempur yang memang spesifik bagi tugas-tugas dukungan
serangan darat (close air support). Jenis pesawat jet tempur yang dikerahkan Rusia di Chechnya adalah tipe pemburu-pembom (fighter-bomber) Sukhoi Su-24 Fencer, dan tipe serang darat (ground-attack) Sukhoi Su-25 Frogfoot. Sementara untuk jenis helikopter tempur, Rusia mengerahkan jenis Mi-24 Gunship,
serta helikopter transport jenis Mi-8 dan Mi-26 yang meskipun
dipergunakan untuk mengangkut personil pasukan, namun biasanya telah
dilengkapi cantelan (pod) untuk menggotong rudal atau tabung peluncur roket.
Helikopter tempur jenis Mi-24 sebagai unit pendukung pasukan darat Rusia di Chechnya.
Dalam Perang Chechnya II yang berlangsung
antara tahun 1999 – 2002, para pejuang muslim Chechnya tercatat telah
berhasil menembak jatuh sedikitnya 11 pesawat jet tempur dan 45
helikopter Rusia (Wikipedia). Jumlah itu tidak termasuk yang jatuh
karena faktor cuaca, human error,
mengalami kegagalan fungsi, atau dihancurkan di darat. Jenis helikopter
yang paling sering ditembak jatuh adalah jenis Mi-8 yang sebagian besar
hingga menewaskan seluruh awak dan penumpangnya yang tak jarang adalah
para perwira tinggi militer Rusia di Chechnya.
Seperti yang terjadi pada tanggal 17 September 2001, sebuah rudal permukaan-ke-udara (surface-to-air missile)
yang ditembakkan oleh grup khusus pejuang muslim Chechen, berhasil
menembak jatuh sebuah helikopter transport Mi-8 jenis VIP tepat di atas
pusat ibukota Grozny, yang menyebabkan tewasnya 13 personil militer
Rusia yang sebagian besar adalah perwira militer senior, termasuk 2
orang jenderal, yang hendak kembali ke Moskow. Mereka adalah Mayor
Jenderal Anatoly Pozdnyakov (anggota Staf Umum AD Rusia), Mayor Jenderal
Pavel Varfolomeyev (deputi direktur staf Kementerian Pertahanan Rusia),
dan 8 orang kolonel, yaitu; Igor Abramov, Igor Khakhalkin, Yuri Makhov,
Vladimir Smolennikov, Sergei Toryanik, Nikolai Lyubimsky, Igor
Tribuntsov dan Vladimir Talayev, plus 3 orang awak helikopter itu
sendiri.
Selanjutnya
tanggal 27 Januari 2002, sebuah helikopter milik Kementerian Dalam
Negeri Rusia jenis Mi-8 ditembak jatuh dengan misil 9K38 Igla,
dan meledak dekat Shelkovskaya di Distrik Nadterechny, Chechnya,
sehingga menewaskan 14 orang penumpangnya. Termasuk di antara mereka
yang tewas adalah 2 orang perwira senior Rusia, yaitu Letnan Jenderal
Mikhail Rudchenko (deputi Menteri Dalam Negeri) dan Mayor Jenderal
Nikolai Goridov (deputi komandan Tentara Dalam Negeri), ditambah 3 orang
kolonel, yaitu; Kolonel Oriyenko, Stepanenko, dan Trafimov.
Helikopter Rusia jenis Mi-8 tercatat yang paling banyak ditembak jatuh di Chechnya.
Tanggal 19 Agustus 2002, satu tim pejuang muslim Chechen dengan menggunakan sistem senjata MANPAD (man-portable air-defense system),
berhasil merontokkan satu helikopter Mi-26 yang kemudian jatuh di atas
sebuah ladang ranjau di pangkalan militer Khankala, Chechnya, hingga
menewaskan 127 dari 145 orang tentara Rusia di dalamnya. Insiden ini
merupakan peristiwa dengan jumlah korban tewas terbesar sepanjang
sejarah penerbangan helikopter sekaligus merupakan bencana penerbangan
paling mematikan yang pernah diderita oleh pasukan angkatan bersenjata
Rusia.
Sistem senjata anti-pesawat buatan Rusia jenis 9K38 Igla
yang ditembakkan oleh pejuang Chechnya dari salah satu blok reruntuhan
apartemen bertingkat lima di dekat pangkalan Khankala ini merupakan
jenis misil permukaan-ke-udara pencari panas (heat-seeking).
Senjata ini sukses menghantam helikopter transport kelas berat Rusia
jenis Mi-26 yang kelebihan muatan itu, sehingga langsung menyebabkannya
jatuh dan terbakar. Saat itu, helikopter ini tengah mengangkut para
personil prajurit dan perwira yang berasal dari unit-unit AU Rusia yang
berpangkalan di kota Mozdok. Meski sebenarnya didesain hanya untuk
mengangkut sebanyak 80 personil tentara, namun pada saat kejadian,
helikopter Mi-26 ini ternyata dijejali hingga 145 orang.
Menurut keterangan Pavel Felgenhauer, “Misil
tersebut menghantam salah satu mesin dari Mi-26 saat tengah mendekati
Khankala, ketika oleng pesawat ini jatuh tepat di atas sebuah ladang
ranjau yang menjadi perimeter pertahanan markas besar militer pasukan
federal Rusia di Chechnya tersebut. Sebagian mereka yang selamat,
berusaha meninggalkan bangkai Mi-26, namun dilaporkan tewas oleh ledakan
ranjau anti-personil yang dipasang oleh tentara Rusia sendiri.”
Sebelum
meledak, bagian dalam helikopter itu dibanjiri oleh bahan bakar yang
tumpah, dan pintu utama tidak mau terbuka. Hanya kru yang berjumlah 5
orang dan 29 penumpang yang berhasil lolos keluar melalui lubang keluar
kokpit yang sempit. Sedikitnya 4 orang tentara Rusia yang berhasil
selamat, menyusul tewas keesokan harinya karena menderita sejumlah luka
bakar yang amat parah. Peristiwa ini mengundang kritik dan menyebabkan
komandan aviasi AD Rusia, Kolonel Jenderal Vitaly Pavlov, kemudian
mundur dari jabatannya pada bulan September 2002.
Pada
tanggal 11 September 2006, kembali sebuah helikopter Mi-8 ditembak
jatuh. Kali ini jatuh di dekat kota Vladikavkaz, dan menewaskan 12
personil militer Rusia. Di antara yang tewas adalah 3 orang perwira
tinggi, yaitu Letnan Jenderal Pavel Yaroslavtsev (deputi kepala logistik
AD), Letnan Jenderal Viktor Guliaev (deputi kepala unit medis AD), dan
Mayor Jenderal Vladimir Sorokin (kepala logistik Distrik Militer
Kaukasus Utara).
Terakhir
tanggal 27 April 2007, lagi-lagi sebuah helikopter militer Rusia jenis
Mi-8 yang berangkat dari timur kota Gudermes dan tengah mengangkut
pasukan khusus, jatuh di pegunungan sebelah selatan Chechnya, hanya
karena tembakan senapan otomatis ringan pejuang Chechnya. Seluruh
penumpangnya yang berjumlah 20 orang tewas. Mereka terdiri dari 15
personil pasukan komando GRU Spetsnaz
dan dua orang perwiranya yang ditugaskan untuk membantu pasukan federal
Rusia yang tengah diserang oleh para pejuang di dekat desa Shatoy,
ditambah 3 orang kru yang terdiri dari pilot, yaitu Letnan Kolonel
Sergei Korolev, navigator, Kapten Vyacheslav Kudryashov, dan perwira
mekanik, Letnan Senior Nikolai Sidygalov.
Dari
beberapa contoh di atas, senjata yang dipergunakan oleh para pejuang
muslim Chechnya untuk merontokkan helikopter-helikopter tempur Rusia
ternyata cukup bervariasi. Dari mulai yang tercanggih yang memang
diperuntukkan bagi fungsi pertahanan anti-pesawat, yaitu sistem peluncur
rudal permukaan-ke-udara (MANPAD) jenis 9K38 Igla buatan Rusia, hingga menggunakan rudal anti-tank (anti-tank guided missiles)
atau roket peluncur granat (RPG) yang ditembakkan ke udara, bahkan
hanya oleh tembakan senapan otomatis ringan yang dilepaskan oleh para
pejuang dari darat.
Komandan Khattab sedang melatih sejumlah pejuang Chechnya menggunakan
senjata peluncur misil anti-pesawat.
Begitu
banyaknya pesawat atau helikopter tempur Rusia di Chechnya yang rontok
ditembak jatuh, membuktikan bahwa keunggulan supremasi udara dalam
kondisi tertentu ternyata masih dapat ditaklukkan oleh unit-unit sekelas
prajurit infantri ringan. Karena menurut sebagian analis militer,
penggunaan helikopter tempur dan pesawat jet serang darat dalam
pertempuran kota yang didominasi oleh gedung-gedung bertingkat atau
wilayah pegunungan, sangatlah riskan untuk dilakukan. Berkaca dari
pengalaman di medan perkotaan dan pegunungan, sesuai dengan tugas dan
fungsinya sebagai pendukung pasukan di darat, dalam melancarkan
serangannya, helikopter tempur atau pesawat jet serang darat sesekali
pasti akan melakukan manuver terbang rendah di atas gedung-gedung
bertingkat atau diantara lembah-lembah pegunungan. Manuver ini tentu
saja akan menyebabkannya menjadi mangsa empuk bagi personil infantri
ringan bersenjata peluncur rudal anti-pesawat, roket, atau hanya senapan
mesin, yang bersembunyi di atas atap-atap gedung bertingkat atau di
celah-celah bebatuan pegunungan. Resep ini telah dibuktikan oleh
Mujahidin Somalia di kota Mogadishu saat merontokkan helikopter tempur
Amerika, atau oleh para Mujahidin Afghanistan di wilayah pegunungan
dalam melawan tentara Uni Soviet selama berlangsungnya Perang
Afghanistan (1979 – 1989). Dengan begitu, sebenarnya sama sekali tidak
ada alasan bagi kekuatan militer negara-negara adidaya untuk memandang
remeh kemampuan tempur unit-unit infantri ringan, terlebih bila
unit-unit itu dikenal dengan nama “MUJAHIDIN”.
No comments:
Post a Comment