Sunday, June 30, 2013

Sejarah Pangkalan Udara Adi Sutjipto

 


Lanud Adisutjipto terletak di sebelah timur kota Yogyakarta (± 8 kilometer) dengan ketinggian ± 131 M dari permukaan laut. Dulunya, Lanud ini bernama Pangkalan Udara Maguwo.  Dibangun sejak tahun 1940 yang kemudian mulai dipergunakan oleh Militaire Luchvaart (Belanda) pada tahun 1942. Setelah terjadi peralihan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang, maka Pangkalan Udara Maguwo ini dijadikan sebagai salah satu tempat pemusatan kekuatan udara Jepang di Indonesia.
Ketika  Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan (17 Agustus 1945), maka terjadilah gerakan perlucutan senjata terhadap pendudukan Jepang di seluruh wilayah Indonesia. Di Yogyakarta, selain dilakukan usaha untuk melucuti Tentara Jepang di Kotabaru, pada tanggal 6 dan 7 Oktober 1945 juga dilakukan penyerangan dan perebutan tempat pemusatan kekuatan udara Jepang di Pangkalan Udara Maguwo.
Dalam pertempuran tersebut, 3 buah pesawat udara sempat dilarikan, tetapi seorang pilotnya tertembak mati sewaktu akan naik memasuki cockpit pesawatnya. Akhirnya tentara Jepang menyerah kalah, sehingga seluruh Pangkalan Udara Maguwo termasuk kurang lebih 50 pesawat udara dapat dikuasai dan di bawah penguasaan bangsa Indonesia.
Dalam konferensi Markas tertinggi TKR tertanggal 13 November 1945 diputuskan, bahwa segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas-tugas penerbangan langsung diurus dan diselenggarakan oleh Markas Besar Umum   Bagian Penerbangan. Dan berdasarkan keputusan tersebut, maka pada tanggal 17 Desember 1945 Komandan Divisi IX Yogyakarta menyerahkan wewenang dan penguasaan Pangkalan Udara Maguwo kepada MBO ( dalam hal ini Marskas Besar Tertinggi TKR Jawatan Penerbangan) beserta dengan pilot-pilotnya antara lain : A. Adisutjipto (Laksamana Muda Udara Anumerta), A.D Tarsono Rudjito (Mayor Udara Anumerta), sejumlah pesawat-pesawat dan personelnya.
Sejak saat itu Pangkalan Udara Maguwo diurus oleh Bangsa Indonesia yang menimal mempunyai pengalaman dalam hal pekerjaan di bidang penerbangan dan mereka yang pernah mendapat didikan pada Militaire Luchvaart atau Penerbangan di zaman Jepang. Pekerjaan yang sangat berat itu dipelopori oleh A. Adisutjipto dan kegiatan yang dilakukan diantaranya meliputi perbaikan-perbaikan, perawatan-perawatan dan perombakan-perombakan terhadap pesawat-pesawat peninggalan / perampasan Jepang yang kebanyakan sudah parah keadaannya mendekati barang rongsokan, di samping mengadakan test flight yang sangat besar resikonya. Hal ini semata-mata karena dorongan semangat untuk segera menguasai wilayah udara.
Akhirnya, satu demi satu pesawat-pesawat peninggalan / perampasan Jepang yang kebanyakan sudah parah keadaannya mendekati barang rongsokan tersebut dapat disiapkan kembali. Bahkan serangkaian percobaan penerbangan yang berhasil dilakukan sungguh sangat mengagumkan, mengingat bahwa pesawat-pesawat udara Jepang ini sangat asing bagi mereka, apalagi tidak adanya petunjuk-petunjuk yang dapat dipergunakan; kalaupun ada buku-buku petunjuk tersebut selalu ditulis dengan huruf Jepang. Beberapa percobaan penerbangan tersebut antara lain :
  • Pada tanggal 10 Oktober 1945 A.Adisutjipto berhasil menerbangkan sebuah pesawat Type “Nishikoren” BANTENG di Cibeureum (Tasikmalaya).
  • Pada tanggal 28 Oktober 1945 penduduk Yogyakarta gembira dan bangga, karena untuk pertama kalinya dapat menyaksikan sebuah pesawat udara yang mempunyai identitas Merah Putih melayang-layang di atas Kota Yogyakarta. Pesawat udara ini adalah pesawat latih bersayap dua Type “Cureng” yang dikemudikan oleh A Adisutjipto.
  • Pada tanggal 8 November 1945 telah tiba di Pangkalan Udara Maguwo sebuah pesawat udara bersayap satu tipe “Nishikoren” dari Pangkalan Udara Cibeureum (Tasikmalaya) yang dikemudikan oleh A. Adisutjipto dan A.D Tarsono Rudjito.

Agustinus Adi Sutjipto

Serangkaian keberhasilan percobaan penerbangan itu membuat kepercayaan rakyat yang diberikan kepada Tentara Keselamatan Rakyat Jawatan Penerbangan semakin besar. Hal ini kemudian berhasil mendorong Pemerintah Indonesia untuk membentuk Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara.
Berdasarkan Penetapan Pemerintah No 6 / S.D tahun 1946 tanggal 9 April 1946, maka terbentuklah Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara, dengan Komodor Udara R. Suryadi Suryadarma menjadi kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia dan Komodor Udara R Sukarnen Martokusumo menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan udara serta Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto menjadi Wakil Kepala Kedua Staf Angkatan Udara. Peristiwa ini dikemudian hari tercatat sebagai Hari Jadi TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Dalam perjalanan sejarah, nama Agustinus Adisutjipto memang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah berdirinya Angkatan Udara Republik Indonesia. Beliau merupakan pembina, perintis serta penumbuh TNI AU. Beliau-lah putera Indonesia pertama yang mendapatkan Brevet Penerbang Militer. Sebenarnya ada seorang lagi yakni Sambujo Hurip yang telah gugur di masa Perang Dunia II. Tetapi ketika Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan, hanya Adisutjipto satu-satunya yang memiliki Brevet Penerbang Militer.
Selain berkarier di bidang kemiliteran, Adisutjipto juga seorang diplomat yang cukup berhasil dalam menangani masalah-masalah sarana pertahanan udara dengan luar negeri. Dari hasil misinya itu, beliau mendapat bantuan tenaga pelatih dan instruktur dari negara-negara sahabat, seperti Filipina dan India untuk Sekolah Penerbangan yang sedang dibinanya. Di samping itu, juga mencari pinjaman atau membeli pesawat terbang.
Untuk mencari dana guna pembelian pesawat terbang ini, di dalam negeri sendiri diusahakan oleh Adisutjipto dengan bergabagi cara, antara lain menyelenggarakan malam hiburan amal. Misalnya pada “Malam Pembeli Bomber”. Saat itu diundang beberapa tokoh, para pengusaha, dan dermawan. Dengan menyelenggarakan seperti itu ternyata hasilnya cukup baik dalam memperoleh dana.
Dalam kunjungan ke India, oleh Sri Jawaharlal Nehru telah diperkenalkan kepada Adisutjipto, seorang industrialis India yang terkenal, Patnaik. Dalam pertemuan itu, Patnaik akhirnya setuju untuk meminjamkan sebuah pesawat Dakota kepada Pemerintah Indonesia untuk keperluan penerbangannya.
Kapergian yang kedua kali ditemani oleh bekas dosennya yang juga sebagai kawan karibnya Prof. Dr. Abdurrachman Saleh, untuk membawa pesawat Dakota VT-CLA yang telah dijanjikan oleh Patnaik itu. Dari India mereka singgah di Singapura, di mana penguasa setempat yakni Pemerintah Inggris dan juga Belanda telah mengizinkan pesawat itu meneruskan perjalanannya ke Indonesia untuk mengangkut obat-obatan.
Demikianlah, pada tanggal 29 Juli 1947 di senja hari, pesawat Dakota VT-CLA bertolak dari Singapura menuju Yogyakarta mengangkut obat-obatan bantuan Palang Merah Malaya kepada Palang Merah Indonesia. Kepala Staf S. Suryadarma dengan mengendarai jeep, secara khusus datang menyambutnya ke lapangan udara Maguwo.
Beberapa saat pesawat itu berputar-putar mengelilingi landasan untuk mengadakan pendaratan, namun di luar dugaan dari arah utara muncul dua buah pesawat pemburu Kittyhawk milik Belanda, yang langsung memuntahkan pelurunya ke arah pesawat Dakota VT-CLA yang tak bersenjata itu. Tembakannya tepat mengenai sasaran, akibatnya keseimbangan pesawat itu hilang. Saat itu nampak pilot masih berusaha mengadakan pendaratan darurat, namun pesawat terus meluncur menabrak sebatang pohon yang akhirnya jatuh dan terbakar.
Peristiwa yang sangat menyedihkan ini terjadi di dekat daerah Jatingarang, sebelah utara Ngoto dekat kali Code. Ternyata hanya seorang penumpang saja yang selamat yaitu A. Gani Handonocokro. Yang lain gugur semua yaitu :
Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto
Komodor Muda Udara Prof. Dr Abdurrachman Saleh
Penerbang berkebangsaan Australia A.N. Constantine
Co-pilot berkebangsaan Inggris R. hazelhurst
Juru Radio Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo
Juru Teknik berkebangsaan India Bhida Ram
Nyonya Constantine
Zainal Arifin, wakil Perdagangan RI di Singapura
Dengan rasa duka yang mendalam, rakyat berjejal memadati jalan-jalan yang dilalui iringan jenazah. Mereka ingin menyaksikan dan melepaskan kepergian yang terkhir bagi pahlawan-pahlawannya itu. Peristiwa ini sudah tentu merupakan pukulan berat yang dirasakan oleh Suryadarma sendiri, karena telah kehilangan dua orang pembantu utamanya yang terpercaya dalam pembangunan AURI.
Jenazah para pahlawan itu kemudian dimakamkan di pekuburan Pakuncen Yogyakarta. Saat itu Bendera Merah Putih, Union Jack (Bendera Inggris) dan Bendera India berkibar setengah tiang tanda berduka cita. AURI telah kehilangan dua orang pelopor dan pahlawannya demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengenang peristiwa tragis tersebut, maka oleh pihak pimpinan Angkatan Udara tanggal 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Bhakti TNI AU dan Untuk menghormati jasa-jasa almarhum, nama beliau diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Maguwo menjadi Pangkalan Udara Adisutjipto.
Membicarakan sejarah berdirinya Pangkalan Udara Adisutjipto (Lanud Adisutjipto) pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan TNI Angkatan Udara (TNI AU). Karena memang, banyak peristiwa yang terjadi di Lanud Adisutjipto ini yang melatarbelakangi terbentuknya TNI AU.

 http://www.lanud-adisutjipto.mil.id

No comments:

Post a Comment